|
Sejak 1 Mei 2006 Pengunjung : 136243 Hits : 1514759 hits Bulan Ini : 2113 users Hari Ini : 111 users Online : 2 users |
|
|
|
|
Apakah menerapkan metode Sirriyyah (rahasia) pada masa-masa awal Da'wah merupakan perbuatan Bid'ah ? Kamis, 29 Juni 06 - oleh : Redaksi
Oleh : Ust.Nabiel Fuad Al-Musawwa
PKS-Kab.Bekasi OnLine : " Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. " (QS Yusuf, 12:111)
ALLAH SWT menyatakan dengan tegas dalam ayat ini bahwa : 1) Dalam kisah-kisah para Nabi & Rasul 'alaihimus shalatu was salam terdapat pengajaran bagi orang-orang yang berakal, 2) Bahwa Al-Qur'an bukan berisi kisah-kisah yang dibuat-buat melainkan membenarkan kitab-kitab sebelumnya, 3) Bahwa Al-Qur'an diturunkan untuk menjelaskan segala sesuatu dan menjadi hidayah & rahmat bagi kaum mu'minin & mu'minah.
Berkata Imam Abu Ja'far at-Thabari rahimahuLLAH dlm tafsirnya[1] : ALLAH SWT mengingatkan bahwa dlm kisah Yusuf as & saudaranya ini terdapat pelajaran bagi orang yg berakal dan agar mereka mengambil pelajaran darinya & nasihat agar mereka mencamkan nasihat tsb. Selanjutnya Imam at-Thabari menyebutkan beberapa riwayat yg menyatakan bhw kisah2 tsb hanya menjadi pelajaran bagi Yusuf as & saudara2nya saja (bukan bagi kita), namun beliau (Imam at-Thabari) membantahnya karena dalil dlm ayat bersifat umum kepada semua ulil-albab[2]
Imam Ibnu Katsir dlm kitab tafsirnya[3] bhw makna (tashdiq alladzii bayna yadayhi) adalah : Al-Qur'an ini membenarkan hal2 yg shahih (dari ajaran & kisah nabi terdahulu) dan menghilangkan hal2 yg menyimpang, perubahan dan penggantian serta menetapkan hukum nasakh (yg dihapus) maupun hukum taqrir (hukum yg ditetapkan). Lebih jauh beliau rahimahuLLAH menjelaskan[4] bhw makna (tafshiila kulla syai'in) bermakna menjelaskan semua yg halal & haram, semua yg mahbub & makruh dan hal2 yg selainnya. Hal yg sama juga dikemukakan oleh Imam Al-Baghawi dlm tafsirnya[5] waLLAHu 'almu bish shawab.
Setelah itu semua maka ketahuilah wahai al-mu'minun wal mu'minaat bhw ALLAH SWT Yg Maha Tinggi lagi Maha Mengetahui telah menyebutkan dlm firman-NYA bhw metode dakwah baik secara sirriyyah maupun 'alaniyyah keduanya merupakan metode dakwah yg shahih & diakui di dlm Al-Qur'an, dan tidaklah yg mencelanya kecuali orang yg jahil & ghullat (ekstrem) dari kelompok khawarij-jadiidah (khawarij gaya baru) yg dengan mudah mencela & memvonis kelompok lain tanpa dilandasi tabayyun (check) & ta'akkud (re-check) karena hiqd & hasad yg telah bersarang dlm hati mereka, naudzubiLLAHi min dzalikas shifah..
Setelah kita memahami tafsir ayat di atas, maka marilah kita bahas pula kandungan & tafsir ayat di bawah ini :
" Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan. Kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam. " (QS Nuh, 71/8-9)
Dlm ayat di atas digambarkan bagaimana berbagai metode dakwah telah ditempuh oleh Nabi Nuh as dlm mendakwahi kaum & ummatnya. Nuh as adalah 1 diantara 'ulul-'azmi minar rusul (Rasul2 yg memiliki 'azzam yg kuat yg merupakan Rasul2 yg paling tinggi derajatnya disisi ALLAH SWT[6]), dimana beliau 'alaihish shalatu was salam telah melakukan berbagai metode dlm dakwahnya baik sirriyyah maupun 'alaniyyah.
Berkata Imam at-Thabari[7] bhw makna ASRARTU LAHUM ISRARA adalah : Hanya antara Nuh as dg kaumnya secara rahasia. Berkata Imam Al-Qurthubi[8] bhw maknanya adalah Nuh as mendatangi mereka 1 persatu ke rumah2 mereka. Sementara Imam An-Nasafi[9] menyebutkan bgm Nuh as mengoptimalkan semua potensi dan semua cara dlm berdakwah, pertama beliau as mendakwahi kaumnya secara rahasia siang & malam, lalu beliau as mendakwahi mereka secara terang2 an, kemudian beliau as menggabungkan cara rahasia dg cara terang2 an, demikianlah cara ber-amar ma'ruf nahyul munkar, hendaklah dimulai dg rahasia & lembut lalu jk tidak berhasil maka barulah menggunakan cara terang2 an & tegas.
Imam al-Maqrizi dlm kitabnya[10] menyitir pendapat 'Urwah bin Zubair, Ibnu Syihab & Ibnu Ishaq tentang waktu antara awal kenabian (turunnya QS Al-'Alaq di gua Hira') sampai turunnya ayat FASHDA' BIMAA TU'MARU WA A'RIDH 'ANIL MUSYRIKIIN[11] sampai pada WA ANDZIR 'ASYIIRATAKAL AQRABIIN[12] dan ayat QUL INNII ANAN NADZIIRUL MUBIIN[13] adalah 3 tahun, Al-Baladziri[14] menyebutkan 4 tahun. Ada pula beberapa pendapat yg menganggap masa terputusnya wahyu tsb sekitar 40 hari, 15 hari atau bahkan 3 hari[15].
Dlm sirah[16] disebutkan saat Abubakar ra memulai dakwah maka ia mulai mengajak kepada ALLAH & Islam, yaitu orang yg diyakinkannya bisa merahasiakan & mendengarkan dakwah, melalui dakwahnya maka masuk islamlah Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, AbduRRAHMAN bin Auf, Sa'd bin Abi Waqqash & Thalhah bin 'UbaidiLLAH. Dlm riwayat masuk islamnya Ammar ra diantaranya disebutkan[17] : ... aku melihat RasuluLLAH SAW sedang bersembunyi karena dimusuhi kaumnya... Bukti lain atas masalah ini ialah perkataan Imam Ibnu Hajar dlm syarahnya atas Shahih Bukhari[18], beliau menyebutkan bhw timbulnya perbedaan pendapat ttg siapa yg lbh dulu masuk Islam disebabkan masing2 sahabat tdk tahu siapa saja yg sudah Islam. Bukti lain dakwah Nabi SAW secara rahasia pada periode awal tsb adalah kisah masuk islamnya segolongan Jin yg diriwayatkan dlm hadits shahih[19] yaitu saat Nabi SAW mengumpulkan para sahabatnya di luar Makkah.
Dlm sunnah Nabi muhammad SAW terlihat bhw fase dakwah sirriyyah berakhir setelah Nabi SAW mendapatkan jaminan keamanan dari ALLAH SWT[20]. Demikianlah yg harus diikuti, yaitu pertimbangan sirriyyah & 'alaniyyah dlm berdakwah adalah keamanan & perkiraan sampai serta diterimanya dakwah itu sendiri, setelah dakwah aman dilakukan secara jahriyyah, maka wajib bagi para da'i menyampaikannya secara jahriyyah, dan itulah yg dilakukan oleh para da'i AL-IKHWAN sesuai dg as-sunnah yg shahih sampai saat ini, waliLLAHil hamdu wal minah.
Jika dikatakan bhw peristiwa sirriyyah itu telah dihapuskan (di-nasakh) dg ayat WA ANDZIR 'ASYIIRATAKAL AQRABIIN[21] dan ayat YAA AYYUHAR RASUL BALLIGH MAA UNZILA ILAYKA MIN RABBIKA[22], maka saya katakan bhw ayat ini sama sekali tdk menasakh dakwah sirriyyah, selain karena dakwah sirriyyah merupakan cara dakwah yg diakui dlm Al-Qur'an & tdk pernah dihapuskan hukumnya, selain itu nabi SAW-pun pernah melakukan dakwah sirriyyah ini sekalipun setelah ayat2 di atas diturunkan. Seperti saat peristiwa bai'ah Aqabah pertama[23], pd saat janji setia yg bukan janji untuk berperang ini beliau SAW melakukannya dg sembunyi2. Demikian pula saat peristiwa 'Aqabah yg kedua[24], yg disebut sbg janji setia untuk peperangan[25] juga dilakukan di malam hari dan secara sembunyi2[26], bahkan sesama suku Aus & Khazraj yg musyrik sama sekali tdk saling tahu[27]. Saat peristiwa hijrah sebagian besar sahabat ber-hijrah secara sembunyi2[28], bahkan beliau SAW-pun melakukannya dg sembunyi2[29] walaupun sebagian sahabat ra ada pula yg melakukannya secara terang2-an[30]. Demikianlah baik sembunyi2 ataupun terang2 an adalah bagian dari metode dakwah, keduanya dapat dilakukan sesuai dg maslahat dakwah. SELESAI.
Dalam beberapa riwayat tsb di atas nampak jelas tentang bhw tahapan antara sirriyyah & 'alaniyyah dlm dakwah tsb bukan merupakan bid'ah yg dibuat2 tapi merupakan sunnah yg shahih, ia merupakan sunnah para anbiya' wal mursalin shalawatuLLAHi was salamu 'alayhi ajma'in. Tidak boleh diingkari oleh seorang muslim yg mu'min kepada kitabuLLAH & mengikuti atsar salafus shalih ridhwanaLLAHu 'alayhi ajma'in, kalaupun terjadi perbedaan maka perbedaan tsb semata2 dlm memahami kapan kedua metode tsb dilakukan & bagaimana ia dilakukan, dan hal ini merupakan lapangan ijtihad yg tidak dihalalkan bagi mereka yg berbeda pendapat untuk memaksakan pendapatnya, apalagi sampai memvonis bid'ah bagi yg berbeda. Pembahasan ini selesai dg izin ALLAH SWT. ALLAHu musta'an.
Wamaa taufiiqii illa biLLAHi 'alaiHI tawakkaltu wa 'ilaihi uniib..
--------------------------------------------------------------------------------
[1] Tafsir Thabari, VII/324
[2] Ibid.
[3] Tafsir Ibnu Katsir, II/655
[4] Ibid.
[5] Tafsir Al-Baghawi, I/287
[6] Tafsir Ibnu Katsir, IV/219; At-Thabari XI/302
[7] Tafsir At-Thabari, XII/248
[8] Tafsir Al-Qurthubi, XVIII/120
[9] Tafsir An-Nasafi, IV/282
[10] Imta'ul Asma', I/15 (ditahqiq oleh Syaikh Muhammad Syakir)
[11] QS Al-Hijr, 15/94
[12] QS Asy-Syu'araa', 26/214
[13] QS Al-Hijr, 15/89
[14] Ansab al-Asyraf, I/116
[15] Ini juga disebutkan dlm Ash-Shahihain dari hadits Ummu Jamil bin Harb ttg turunnya QS Adh-Dhuha.
[16] Sirah Ibnu Hisyam, I/262-269.
[17] Shahih Muslim, I/596
[18] Fathul Bari', VII/84
[19] Shahih Muslim bis Syarh Nawawi, IV/168-170
[20] QS Al-Hijr, 15/95
[21] QS Asy-Syu'araa', 26/214
[22] QS Al-Ma'idah, 5/67
[23] Sirah Ibnu Hisyam, II/41-42, lih. Juga dlm Fathul Bari' I/66 & Shahih Muslim III/1333
[24] Ibid, I/438
[25] Ibid, II/63; lih. Juga Musnad Ahmad V/316
[26] Ibid, I/439-443, 447-448; lih. Juga Fathul Bari' VII/221; Musnad Ahmad III/460
[27] Ibid.
[28] Ibid, I/468; juga Fathul Bari' VII/260-261; Shahih Muslim II/632
[29] Fathul Bari' , VII/226, 231-232, 389; Al-Bidayah wan Nihayah, III/179; Syarhul Mawahib liz Zarqani, I/323; Musnad Ahmad, I/248; lih. Juga tafsir QS Al-Anfal, 8/30; QS At-Taubah, 9/40.
[30] Fathul Bari', VII/260 Index Rubrik Tarbiyah | kirim ke teman | versi cetak Tidak ada komentar tentang artikel tarbiyah ini.
[ Back To Beranda ]
|
|
|
|
|
|