PKS-Kab.Bekasi OnLine : Menjelang perang Badar, perang yang terkenal dengan sebutan Al Furqan, sebab dengan perang ini menjadi jelaslah siapa pendukung Al Haq dan siapa pendukung al bathil, jelas pula mana kubu pembela kebenaran dan mana pula kubu pembela kebathilan.
Hari terjadinya peperangan ini juga disebut yauma ittaqal jam�an (QS. Al Anfal: 41). Artinya, hari bertemunya dua kekuatan, kekuatan syirik dan kekuatan tauhid, kekuatan iman dan kekuatan kufur, kekuatan hizbullah dan kekuatan hizbusy syaithan.
Perang Badar itu bukanlah kehendak kaum muslimin. Bahkan banyak di antara pasukan Islam yang pada awalnya merasa tidak siap.
Pada awalnya, yang diinginkan pasukan Islam hanyalah menghadang kafilah dagang Quraisy yang hanya dilindungi oleh sejumlah kecil pasukan. Dalam kalkulasi manusiawi, sangat �enteng� dan tidak sulit menaklukan kafilah dagang itu.
Dari sisi perekonomian, kafilah dagang inilah yang lebih membawa keuntungan kaum muslimin, sebab, kafilah Quraisy saat itu adalah yang terbesar, hampir seluruh penduduk Makkah ikut menanamkan sahamnya pada perjalanan dagang itu.
Namun kehendak Allah SWT lain dari yang kaum muslimin kehendaki. Yang dikehendaki Allah adalah bagaimana Al Haqq itu menjadi nyata, dan yang bathil itu menjadi jelas kebathilannya (QS. Al Anfal: 8).
Pada seberang yang berlawanan, keinginan Abu Sufyan � pemimpin kafilah dagang Quraisy � bukanlah terjadinya peperangan. Ia hanya menginginkan bagaimana dagangannya itu bisa selamat sampai di Makkah.
Namun, Abu Jahal � dan betul-betul jahil � mempunyai keinginan lain. Ia dengan penuh arogan, takabbur dan riya� mengatakan, �Demi Allah! Kita tidak akan kembali sebelum sampai di Badar, kita akan tinggal di sana selama tiga hari, menyembelih unta, menenggak khamar, dan menikmati nyanyian-nyanyian biduanita, sehingga seluruh orang Arab mengetahui tentang perjalanan kita dan perkumpulan kita ini, sehingga mereka senantiasa takut kepada kita.� (Ibnu Hisyam).
Singkat cerita, bertemulah dua kekuatan itu di Badar. Dengan kehendak dan takdir Allah, seluruh personil kaum muslimin telah betul-betul siap menghadapi apa yang akan terjadi besok.
Pada malam menjelang pertempuran, Rasulullah SAW memohon kepada Allah SWT, permohongan yang penuh kepasrahan, ketundukan dan kekhusyu�an. Beliau terus memanjatkan do�a, sampai-sampai selendang (sekarang baju) beliau terjatuh dari pundaknya. Bahkan bu Bakar sampai berkata, �Cukup, wahai Rasulullah, cukup wahai Rasulullah.� Dalam doanya itu beliau serahkan kelangsungan ummat yang menghamba Allah SWT kepada-Nya. Beliau katakan, �Jika sekelompok ummat ini binasa, Engkau (ya Allah) tidak akan disembah lagi di bumi.�
Pada kelompok yang berseberangan, Abu Jahal-pun memanjatkan �doanya� kepada Allah SWT. Ia katakan, �Ya Allah! Dia (maksudnya nabi Muhammad SAW) telah menyebabkan hubungan persanaan (silaturahim) antar sesama kami terputus, dia telah datang kepada kami dengan sesuatu yang tidak kami kenal, karenanya, hancurkanlah dia esok hari.�
Jadi, pada malam hari itu, telah terjadi perang doa.
Satu do�a dipanjatkan oleh seorang yang tidak pernah berdusta, seorang yang berpredikat Al Amiin, seorang yang �azizun �alaihi ma �anittum harishun �alaikum bil mukminiina rauufur rahim (QS. At Taubah: 128), seseorang yang oleh Allah SWT telah dinyatakan sebagai yang �ala khuluqin �azhim, yaitu Rasulullah SAW; dan antara �doa� yang dipanjatkan oleh seseorang yang menghabiskan segala potensinya untuk menghambat dan menghalangi da�wah Allah SWT, yaitu Abu Jahal.
Malam itu telah terjadi perang doa, antara seseorang yang tawadhu� (rendah hati), tawakkal (penuh kepasrahan kepada Allah), khusyu� (takut yang disertai pengagungan kepada Allah), bercita-cita mulia (yaitu: terwujudnya penyembahan kepada Allah), serta tajarrud (totalitas dalam menjalin hubungan dengan Allah); dan antara seseorang yang congkak, arogan, riya�, dan bercita-cita kotor (minum khamar, bermain dengan perempuan, sok dan diktator).
Al Qur�an dan sejarah kemudian mencatat bahwa Allah SWT berpihak kepada nabi Muhammad SAW, dan tidak berpihak kepada Abu Jahal.
Al Qur�an dan sejarah kemudian mencatat bahwa kemenangan ternyata berpihak kepada seorang hamba yang penuh amanah, selalu berusaha untuk tidak membebani umatnya, bersemangat dalam mengupayakan kemaslahatan mereka, penuh kasih sayang dan belas kasihan.
Al Qur�an dan sejarah kemudian mencatat bahwa kemenangan berpihak kepada pemilik akhlaq yang agung.
Al Qur�an dan sejarah kemudian mencatat bahwa kemenangan berpihak kepada kelompok yang penuh kepasrahan kepada Allah SWT, penuh tawakkal kepada-Nya, bercita-cita mewujudkan upaya ubudiyatul khalqi lillah (penghambaan seluruh makhluq kepada Allah SWT semata).
Al Qur�an dan sejarah kemudian mencatat bahwa kemenangan itu berpihak kepada golongan yang pemimpinnya menghabiskan malam harinya untuk menjalin hubungan dengan Allah SWT, terus berdoa kepada-Nya, sampai-sampai bajunya terjatuh tanpa dirasa, dan sampai-sampai dia diingatkan oleh sahabatnya.
Al Qur�an dan sejarah kemudian mencatat bahwa kemenangan tidak berpihak kepada golongan yang arogan, riya�, sok, dan diktator.
Al Qur�an dan sejarah kemudian mencatat bahwa kemenangan tidak diberikan kepada golongan yang bercita-cita keji dan munkar.
Saudara-saudara yang dicintai Allah...
Masih banyak ibrah dan pelajaran yang bisa kita gali dari peristiwa Badar, peristiwa yang terjadi 1418 tahun yang lalu. Peristiwa yang kejadiannya diabadikan dalam Al Qur�an.
Adanya pengabadian dalam Al Qur�an ini tentunya menunjukkan bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, ibrah yang tersurat ataupun tersirat padanya, tidaklah berhenti sebatas peristiwa sejarah. Akan tetapi, pasti dan sudah tentu akan senantiasa terulang dan terulang, sampai kiamat nanti.
Sunnatullah itu pasti terulang, bila berbagai variabel yang melingkupinya pun berulang, sebab, tidak ada perubahan pada sunnatullah dan ia sama sekali tidak akan terganti.
Kita harus yakin seyakin-yakinnya bahwa kemenangan pasti berpihak kepada para pembela kebenaran karena hal ini adalah sunnatullah. Akan tetapi, sunnatullah yang melingkupi dan menjelaskan syarat-syarat terwujudnya kemenangan itu harus ada pada para pendukung kebenaran itu. Gali dan renungi berbagai variabel yang ada pada sunnatullah itu, sunnatullah yang menggoreskan kemenangan gemilang bagi kaum muslimin pada peristiwa Badar. Penuhi seluruh persyaratan-persyaratan yang ada, niscaya sunnatullah itu akan terulang, sehingga kita pun akan melihat kemenangan yang gemilang itu bagi kejayaan Islam dan kaum muslimin.
Hadanallahu wa iyyakum ajma�in, wawaffaqana lima yuhibbuhu wayardha-hu, wa-a�anana �ala imtitsali dzalika.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah kepada kita seluruhnya, memberikan taufiq-Nya kepada kita untuk menjalani segala hal yang dicintai dan diridhai-Nya dan memberikan pertolongan untuk menjalani itu semua. Amin.
Oleh : Ust. Musyaffa A. Rahim, Lc. |