8 PKS | DPD Kabupaten Bekasi
Rubrik : Kab. Bekasi & Jawa Barat
Jadi Penyangga DKI : Sawah di Kabupaten Bekasi Merosot
Senin, 07 Mei 07 - by : Redaksi

PKS-Kab.Bekasi OnLine : TAHUN 1950-an, Kabupaten Bekasi dikenal sebagai lumbung padi terbesar di Jawa Barat. Hasil panen beras daerah ini, memenuhi kebutuhan Jawa Barat, bahkan tak jarang disalurkan pula ke kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Seiring terjadinya pembangunan sektor industri, pengembangan perumahan dan jaringan jalan, lahan pertanian menyusut drastis. Hijaunya hamparan pohon-pohon lentik padi yang mulai menguning di manapun mata menatap, kini sulit ditemui.

Sejak 1985-an, peringkat penghasil beras pun menurun ke peringkat tiga setelah Kabupaten Karawang. Produksi beras kering giling berkurang jauh.

Pada tahun 2001, peringkat Kabupaten Bekasi sebagai kawasan lumbung padi merosot lagi menjadi nomor lima se-Jawa Barat. Total luas lahan yang tersisa pertanian 70 ribu hektare. Pada 2004, dari data Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bekasi, sisa lahan sawah , tinggal 55.859 hektare saja.

Kepala Seksi Produksi dan Palawija Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, Tatang membenarkan terjadinya penyusutan lahan pertanian ini.

Titik-titik lahan yang kebanyakan beralih-fungsi, terutama menjadi kawasan perumahan atau kepemilikannya sudah bukan lagi oleh warga Kabupaten Bekasi, seperti di Kecamatan Tarumajaya, Kecamatan Babelan hingga Tambung dan bergeser lagi sampai ke Bojongmangu, lalu Kecamatan Cibarusah.

Tidak ada data akurat

Sayangnya, Dinas Pertanian sampai saat ini tidak memiliki data akurat mengenai luas lahan pertanian yang semakin menyusut karena telah beralih-fungsi menjadi permukiman. Alasannya, hasil pendataan belum terkumpul seluruhnya.

Tatang mengemukakan, Dinas Pertanian sendiri mengaku tidak memiliki kekuatan besar untuk mengerem laju pencaplokan lahan sawah itu. Sebab, penanganan dan penataan daerah, membutuhkan ada kerjasama dengan instansi lainnya.

Menyusutnya lahan, ternyata bukan hanya di sektor persawahan atau pertanian saja. Ribuan hektar lahan darat, yang mestinya diperuntukkan bagi hutan rakyat, juga menghilang begitu saja. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Bina Usaha dan Perkebunan, Dinas Pertanian, tercatat 8 ribu Ha dikuasai pengembang permukiman. Pencaplokan lahan oleh para pebisnis inilah yang memicu makin parahnya kerusakan hutan rakyat.

Ini dibenarkan Kepala Seksi Bidang Bina Usaha dan Perkebunan, Wahya. Ia menyebutkan, penggalakan program konservasi lahan hutan rakyat oleh Departemen Kehutanan, selalu terbentur oleh kepentingan para pengembang. Sebab itu, lahan yang telah beralih fungsi tersebut, kini tidak dapat lagi ditanami melalui program konservasi atau program rehabilitasi lahan kritis (Gerhan). Program Gerhan adalah penanaman kembali lahan kritis. Caranya, pemerintah daerah menyalurkan bantuan bibit pohon jati, mahoni, mangga, agar ditanam di kebun. Sejak tiga tahun lalu, Bidang Bina Usaha dan Perkebebunan telah melaksanakan program tersebut di Kecamatan Cibarusah dan Bojongmangu.

Sudah ditanami

Pelaksanaan program Gerhan tersebut pada tahun 2003, di atas lahan seluas 170 hektare telah ditanami pohon jenis keras. Pada 2004 seluas 500 hektare dan 2005 ini tercatat seluas 200 hektare lahan di kedua kecamatan yang berlokasi di perbatasan Karawang-Kabupaten Bekasi itu.

Parahnya, Departemen Kehutanan sendiri tidak mampu berbuat banyak untuk menanganinya. Wahya menuturkan, beberapa tahun lalu hasil foto satelit terhadap hutan rakyat di Kabupaten Bekasi mencatat seluas 15 ribu hektar lebih.

Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Faisal Hafan Farid, menyebut kondisi diatas berdampak pada kelangsungan hidup warga Bekasi yang umumnya petani dan Kab Bekasi sebagai daerah penghasil padi bakal jadi nostalgia.

Faisal mengungkapkan, penurunan dan alih fungsi lahan sawah tadi merupakan buntut ditetapkan daerah Bekasi menjadi salah satu daerah penyangga ekonomi DKI Jakarta.

Letak Bekasi yang representatif sebagai daerah permukiman, kemudian menjadi pilihan warga yang menyambung hidup di ibukota. Akibatnya, para pengembang memanfaatkan momen itu untuk menyediakan lahan-lahan dan membangunnya sebagai tempat bermukim.

Alih fungsi besar-besaran terjadi terus-terusan setelah keluar Perda No 13/1988 yang menetapkan Kabupaten Bekasi menjadi kawasan industri dan zona industri. Luas kawasan industri mencapai 6.500 hektare lahan. Sedangkan, zona industri mencapai 3.500 hektare.

Komisi B, DPRD Kab.Bekasi, tak menginginkan adanya penyusutan lahan pertanian. Pola alih fungsi yang dilakukan para pengembang, kata Faisal, biasanya memanfaatkan kelemahan penduduk. �Ada upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini. Seiring Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) sedang dalam proses perubahan sampai 2008 mendatang, � ujarnya.

Pemerintah mesti memiliki peta wilayah yang jelas dan memiliki perencanaan jangka panjang sampai 20 tahun sehingga tidak berubah tiap lima tahun. Dan dalam kelangsungan pembangunan pemerintah daerah tak bertumpu pada pengembangan kawasan industri.

Sumber : Pikiran Rakyat

8 PKS | DPD Kabupaten Bekasi : https://www.pks-kab-bekasi.org
Versi Online : https://www.pks-kab-bekasi.org/?pilih=lihat&id;=209