8 PKS | DPD Kabupaten Bekasi
Rubrik : Media Bicara PKS
Partai Islam dan Pemilu 2009
Kamis, 22 Maret 07 - by : Redaksi

PKS-Kab.Bekasi OnLine : Tidak terasa pemerintahan Pemerintahan SBY-JK telah memasuki tahun ketiga. Namun, persoalan-persoalan kebangsaan dan kenegaraan elum dapat diselesaikan sebagaimana yang kita harapkan. Angka pengangguran terus melambung, harga kebutuhan pokok meningkat, sekaligus angka kemiskinan meningkat dari 16,5 persen pada 2004 menjadi 19,1 persen pada November 2006.

Perubahan tatanan pemerintahan yang demokrasi belum bisa menghasilkan kesejahteraan yang layak. Hal yang paling buruk adalah hukum yang belum bisa memberikan keadilan bagi masyarakat. Kemandekan hukum membuat pemberantasan korupsi masih jauh panggang dari api.

Yang mengkhawatirkan, kini ada keinginan dari sekelompok masyarakat untuk kembali ke masa oteriterianisme karena dianggap lebih memberikan kesejahteraan dan rasa aman. Banyaknya partai-partai saat ini belum dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.

Aturan belum selesai

Sampai saat ini, belum ada kejelasan konsep --apalagi jumlah partai- yang akan dipakai Pemilu 2009. Rancangan undang-undang Penyelengagara Pemilu masih dalam pembahasan di DPR bersama pemerintah. Sementara ada lima undang-undang di bidang politik yang harus diganti atau paling tidak diperbarui untuk penyempurnaan Pemilu 2009.

Bila kita bandingkan persiapan Pemilu 2009 bisa jadi tidak sebaik Pemilu 2004. Hal ini dapat kita lihat dari pembentukan lembaga penyelenggara pemilu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) disahkan 3 tahun 10 bulan menjelang Pemilu 2004. Sementara untuk Pemilu 2009, sampai saat ini RUU Penyelenggara Pemilu masih dalam pembahasan di DPR. Diperkirakan aturan yang akan dipakai untuk menyusun anggota KPU yang baru itu akan selesai pertengahan 2007. Semakin lama RUU Penyelengara Pemilu dirampungkan, maka akan semakin sempit waktu persiapan Pemilu 2009.

Melihat pembuatan undang-undang bidang politik yang cukup lambat, maka bisa dipastikan Pemilu 2009 secara teknik nanti belum tentu sebaik Pemilu 2004. Penyelenggara pemilu, partai politik peserta pemilu dan masyarakat memiliki waktu yang singkat untuk memahami sistem yang akan dipakai dalam Pemilu 2009.

Kalau kita lihat dalam 10 tahun terakhir, kehidupan demokarsi sudah berjalan dengan baik namun baru pada tataran demokrasi prosedural. Demokrasi prosedural ditandai dengan adanya lembaga-lembaga yang mendukung untuk terwujudnya demokrasi. Hal ini bisa kita lihat dengan adanya pemisahan kekuasaan antara legislatf, eksekutif, dan yudikatif, pemilu yang jurdil, pers yang bebas, dan perlindugan HAM. Cuma, demokrasi subtansial belum berjalan sebagaimana mestinya. Sikap mental kita masih jauh dari nilai-nilai demokrasi yang seharusnya dijalankan.

Perjalanan 10 tahun demokrasi prosedural ini mengakibatkan demokrasi bersifat elitis dan hanya dinikmati oleh elite-elite politik yang bila dipersentasekan jumlahnya hanya 10 persen dari jumlah penduduk. Demokrasi yang elitis ini menimbulkan demokrasi yang pincang dan tidak bisa memberi kesejateraan bagi 90 persen rakyat Indonesia secara umum dan umat Islam secara khusus. Sifat elitis ini membuat partai-partai khususnya, partai-partai Islam sibuk dengan diri sendiri untuk mengejar kekuasaan.

Partai-partai yang elitis telah menjadi penyuplai penyelenggara negara yang ternyata menghasilkan birokrat yang tidak mumpuni dalam menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa. Ini terjadi karena birokrat merupakan bagian dari partai-partai, sehingga partai-partai kehilangan daya kritis untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat yang lebih luas.

Islam dan kekuasaan

Di Indonesia, pergulatan antara Islam dan kekuasaan memang bukan hal yang baru. Apalagi menjelang proses peralihan kekuasaan melalui pemilihan umum maka tentang Islam dan pergulatan kekuasaan menjadi sangat menarik.

Dalam sejarah perpolitikan bangsa ini, Islam memang tidak pernah lepas dari ingar-bingar kekuasaan. Karena itu, secara umum para pengkaji Islam sering menggolongkan adanya dua kelompok Islam, yaitu Islam kultural dan Islam politik. Meskipun tidak ada rumusan yang baku tentang apa itu Islam kultural dan Islam politik, tetapi secara sederhana Islam kultural sering kali dirujuk kepada kelompok Islam yang berada di luar jalur kekuasaan. Mereka tidak terlibat dalam aksi politik praktis. Sedangkan Islam politik adalah kelompok Islam yang terlibat dalam bidang politik praktis dan kekuasaan.

Sejak bangsa ini memperjuangkan kemerdekaan sampai saat ini, partai-partai Islam telah banyak terbentuk dan ikut dalam pemilu. Namun, saat ini kehidupan partai-partai Islam bila dibandingkan partai-partai lainnya, kondisinya masih lebih buruk. Secara umum, gambaran partai-partai Islam dalam 10 tahun terakhir adalah

Pertama, diwarnai koflik internal yang berakhir pada perpecahan partai. Hampir semua partai Islam dalam suksesi kepemimpinan berujung pada perpecahan partai dan terbentuknya partai Islam baru.

Kedua, partai Islam lebih mengedepankan kepentingan jangka pendek. Kepentingan jangka pendek ini adalah kekuasaan dalam penyelengara negara. Kepentingan jangka pendek telah membuat partai-partai Islam melupakan tujuan jangka panjangnya.

Ketiga, manajemen partai Islam masih terbilang jelek. Manajemen ini meliputi manajemen keuangan dan manajemen internal partai. Dalam manajemen keuangan, sampai saat ini partai-partai Islam belum memiliki sumber dan pengelolaan keuangan yang baik. Karena partai-partai Islam tidak mempunyai manajemen dan sumber keuangan yang jelas, maka disinyalir terjadi konglemerasi. Dengan kata lain, para konglemerat berada di belakang sumber keuangan partai-partai Islam yang pemasukan dan pengelolaan dananya dilakukan secara rahasia dan tertutup.

Dalam hal manajemen internal yang tidak baik mengakibatkan tidak terbinanya pengurus-pengurus partai mulai dari tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, hingga pengurus di tingkat desa. Pengurus partai di level bawah, berjalan secara sendiri tanpa adanya pembinaan dari level yang ada di atasnya. Hal ini mengakibatkan tidak adanya pemahaman yang menyeluruh terhadap apa yang harus dilakukan dan apa yang akan dicapai. Bila kita bandingkan kondisi partai-partai Islam pada Pemilu 1955 dengan kondisi saat ini, maka partai-partai Islam saat ini mengalami kemunduran bahkan idealisme partai-partai Islam itu sendiri mengalami pemudaran akibat merebaknya pengaruh materialisme.

Melihat kenyataan tersebut, partai-partai Islam harus segera melakukan rekontruksi dan penataan mendasar agar tidak ditinggalkan umat. Partai-partai Islam harus memperbaiki diri demi kepentinan umat jangka panjang. Selain itu, parati-partai Islam harus mempersiapkan kader-kadernya yang mampuni untuk menyuplai penyelenggara negara yang dapat menyelesaikan masalah negara di bidang ekonommi, kesehatan, pertambangan, dan bidang-bidang lain. Partai-partai Islam ke depan harus berperan dalam memberi solusi dan menyelesaikan persoalan kebangsaan yang multidimensi, khususnya pascapemilu 2009. Partai-partai Islam harus dapat mencerminkan bahwa Islam rahmatan lil'alamin.

Ikhtisar

- Proses demokratisasi yang gencar didengungkan setelah reformasi, ternyata baru bisa mencapai demokrasi yang bersifat prosedural.
- Pemilu yang bisa menjadi tahapan penting untuk proses demokrasi, tidak disiapkan secara maksimal.
- Dalam kondisi seperti itu, partai berlabel Islam, tidak segera berbenah diri untuk bisa berperan penting dalam memperbaiki keadaan.
- Dibanding era 1950-an, partai Islam saat ini mengalami pemudaran idealisme akibat pengaruh kuat materialisme.

Sumber : Republika

Oleh : Mutammimul Ula - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS

8 PKS | DPD Kabupaten Bekasi : https://www.pks-kab-bekasi.org
Versi Online : https://www.pks-kab-bekasi.org/?pilih=lihat&id;=190